Ijma' sebagai sumber ekonomi islam

Oleh:
Amirah Ahmad Nahrawi
--------------------
BAB I
Pendahuluan dan Tujuan

1. Pendahuluan
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah memasuki babak baru. Pertumbuhan industri perbankan syariah telah bertranformasi dari hanya sekedar memperkenalkan suatu alternatif praktik perbankan syariah menjadi bagaimana bank syariah menempatkan posisinya sebagai pemain utama dalam percaturan ekonomi di tanah air. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Hal itu ditunjukkan dengan akselerasi pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia...Setelah diakomodasinya Bank Syariah pada Undang-Undang Perbankan No. 10/1998, maka dari tahun 2000 hingga tahun 2004, dapat dirasakan pertumbuhan Bank Syariah cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50% setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan Bank Syariah melebihi 90% dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, pada tahun 2005, dirasakan ada perlambatan, meskipun tetap tumbuh sebesar 37%. Akan tetapi, walaupun dirasakan pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia melambat pada tahun 2005, sebenarnya pertumbuhan sebesar itu merupakan prestasi yang cukup baik. Perlu disadari, bahwa di tengah tekanan yang cukup berat terhadap stabilitas makroekonomi secara umum dan perbankan secara khusus, kondisi industri perbankan syariah tetap memperlihatkan peningkatan kinerja yang relatif baik. Di samping itu, dapat pula difahami, bahwa meskipun share bank syariah pada akhir tahun 2005 baru 1,46%, namun hal tersebut telah menunjukkan peningkatan yang luar biasa dibandingkan share pada tahun 1999 yang hanya 0,11%.

Memperhatikan hal di atas, sebenarnya, prospek ekonomi syariah (bukan hanya perbankan) cukup menjanjikan di masa depan. Hal itu, disebabkan adanya kesadaran sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan tinggi untuk menjalankan kehidupan sosial ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam. Kondisi tersebut harus diantisipasi dengan kesiapan sarana dan prasarana guna mendukung berkembangnya perekonomian secara optimal di masa depan. Sarana dan prasarana tersebut, tidak hanya bersifat material, tetapi juga non material, serta sistem pendidikan yang mengakomodasikan kebutuhan tersebut, sehingga tercipta sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam membangun dan mengembangkan ekonomi syariah di masa depan. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi dengan baik, maka prospek ekonomi syariah di Indonesia pada masa depan akan kehilangan momentum.

Perkembangan bank syariah atau ekonomi islam tidak lepas dari landasan dan sumber asasi yang menentukan keabsahan dan kebenarannya, yaitu Ijma,

Ijma merupakan sumber landasan hukum ketiga dalam Islam, dimana sumber inilah yang menjadi tolak ukur bagi perkembangan ekonomi islam bukan saja di tanah air melainkan diseluruh dunia.



2. Tujuan
Tujuan utama makalah ini adalah memperlajari dan mengupas peran ijma’ sebagai sumber ekonomi islam serta perannya dalam menentukan kualitas produk perbankan dan perkembangan asuransi islami.

ijma adalah sumber hukum ekonomi Islam, penerapan dan pengesahan setiap produk perbankan merupakan hasil dari ijma’ yang dilakukan dan disepakati keabsahannya oleh majlis ulama indonesia, sehingga berbagai fatwa yang dikeluarkannya akan menjadi tolak ukur bagi perkembangan ekonomi islam.


BAB II
Pengertian dan kehujjaan Ijma

1. Pengertian Ijma
ijma' menurut bahasa adalah: kehendak atau keinginan yang kuat. Sedangkan dalam istilah adalah kesepakatan para mujtahidin dari ummat Muhammad saw(setelah wafatnya) dalam suatu perkara pada suatu masa tertentu.

Dari pengertian diatas dapat dipetik bahwasanya kesepakatan dalam suatu perkara oleh para non mujtahidin tidak dapat dikategorikan ataupun disimpulkan sebagai ijma'.

Sebagaimana diketahui bahwasanya awal mula ijma' adalah pada masa sahabat dan khalifah pertama yaitu khalifah Abu Bakar ra.

Ijma' dapat dibagi dua bagian yaitu:
1. Ijma' secara terbuka dan terus terang: yaitu dimana para mujtahidin mengungkapkan pendapat secara terbuka mengenai perkara yang sedang didiskusikan.

2. Ijma' secara tertutup atau diam: yaitu ijma' dimana para mujtahidin tidak semuanya mengungkapkan pendapatnya mengenai masalah yang sedang dibahas, akan tetapi ada diantara mereka yang diam dan mempertahankan pendapatnya untuk dirinya sendiri.

Dalam ijma' kedua ini, terdapat perbedaan antara para ushuliin, dimana sebagian dari mereka tidak mengakui keabsahannya sebagai suatu keputusan hukum, karena diamnya sebagian mujtahidin dalam pembahasan suatu masalah tidak menunjukkan persetujuan mereka atas kesepakatan yang diambil dalam perkara tersebut. Diam bisa berarti tidak setuju akan tetapi enggan untuk berdebat, atau menyimpan pendapatnya bagi dirinya sendiri.

Dalam masalah kehujaan Ijma' sebagai sumber hukum Islam, maka Jumhur ulama mengakui ijma' sebagai salah satu sumber hukum, akan tetapi syi'ah dan khawarij tidak mengakuinya, dengan alasan bahwasanya bisa saja terjadi kesalahan dalam melakukan ijma' apabila dilakukan oleh seorang oleh seorang mujtahid dan begitu pula bila dilakukan oleh sejumlah mujtahidin.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Ijma’ adalah sumber hukum ketiga yang dijadikan pedoman dalam ilmu dan agama, mereka menimbang seluruh amalan dan perbuatan manusia baik batiniyah maupun lahiriyah yang berhubungan dengan agama dengan ketiga sumber hukum ini”.

Ijma’ menjadi sesuatu yang ma’shum dari kesalahan dengan dasar firman Allah dan Sabda Rasulullah saw.
lihatlah firman Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali“.

Dan Sabda Rasulullah saw:
“Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas kesesatan”.

Karenanya Syaikhul Islam menyatakan: “Agama kaum muslimin dibangun diatas ittiba’ kepada al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan umat (ijma’). Maka ketiga ini adalah sumber hukum yang ma’shum”.

Demikianlah Allah Ta’ala menyatukan hati umat ini dengan Ijma’ sebagai rahmat dan karunia dariNya. Ijma’ umat ini dalam mayoritas dasar dan pokok agama dan banyak dari masalah furu’nya menjadi sebab kesatuan kaum muslimin, penyempitan lingkaran perselisihan dan pemutus perbedaan pendapat diantara orang yang berbeda pendapat.

Oleh karena itu,wajib bagi orang yang ingin selamat dari ketergelinciran dan kesalahan untuk mengetahui ijma’ (konsensus) kaum muslimin dalam permasalahan agama agar dapat berpegang teguh (komitmen) dan mengamalkan tuntutannya setelah benar-benar selamat dari penyimpangan (tahrif) dan memastikan kebenaran penisbatannya (penyandarannya) kepada syari’at serta tidak dibenarkan menyelisihinya setelah mengetahui ijma’ tersebut.

Ijma’ merupakan salah satu landasan kuat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga hampir tidak ada satu masalah duniawi yang tidak dipecahkan melalui ijma’, salah satu masalah yang memerlukan ijma’ adalah masalah muamalah dalam ‘Uqud dan produk perbankan, dimana saat ini sedang maraknya perkembangan ekonomi Islam yang dijadikan sebagai alternatif bagi pengentasan krisis dan kemiskinan bukan saja di tanah air, akan tetapi di seluruh dunia.



BAB III
Peran Ijma’ dalam Perbankan Syari’ah

1. Penghimpunan dana Bank Syari’ah
Bank syariah merupakan bank yang lebih menekankan pada prinsip bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam operasinya, baik dalam pengerahan dananya maupun dalam penyaluran dananya (dalam perbankan syariah penyaluran dana biasa disebut dengan pembiayaan). Oleh karena itu jenis-jenis penghimpunan dana menggunakan prinsip bagi hasil, sesuai dengan ijma yang telah disepakati dan fatwa yang telah dikeluarkannya.
Dalam penghimpunan dana, bank syariah melakukan mobilisasi dan investasi tabungan dengan cara yang adil dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi dana merupakan hal penting karena Islam secara tegas mengutuk penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan social ekonomi Islam.
Berkaitan dengan hal diatas, maka prinsip yang dianut bank syariah dalam penghimpunan dana diantaranya: giro, tabungan dan deposito.

2. Produk Perbankan Syariah
A. Giro
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan dengan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Akad:
Wadiah Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu: wadiah yad al amanah dan Wadiah yad al Dhamanah.
Mudharabah Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Landasan Syariah :
Firman Allah QS Annnisa (4):29
Hai orang yang beriman ! janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu ..
Firman Allah QS Annnisa (4):29
Hai orang yang beriman ! janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu ..
Kaidah fiqh “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharid) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (5)


A.a. GIRO WADIAH
Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang menberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun demikian, Bank Syariah diperkenankan memberikan insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Ketentuan umum giro berdasarkan wadiah yaitu:
Bersifat titipan, Titipan bisa diambil kapan saja (on call), Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Mekanisme Giro atas dasar akad wadiah
• Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
• Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
• Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening;
• Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
• Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.


A.b. GIRO MUDHARABAH
Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayadah, yang perbedaan utama diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelolah hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek investasinya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelolah dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembankannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Disamping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah pada saat perhitungan bagi hasil.
Mekanisme Giro atas dasar akad mudharabah
• Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
• Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
• Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain;
• Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang;
• Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
• Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.
Tujuan/ Manfaat Bagi Bank:
• sumber pendanaan bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing.
• salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (fee based income) dari aktivitas lanjutan pemanfaatan rekening giro oleh nasabah.
• Tujuan/ Manfaat Bagi Nasabah:
• memperlancar aktivitas pembayaran dan/atau penerimaan dana.
• Dapat memperoleh bonus atau bagi hasil.
B. TABUNGAN SYARIAH
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetepi tidak dapat ditarik dengan cek, biylet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
B.a. TABUNGAN WADIAH
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau menanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut.
Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan Bank Syariah semata yang bersifat sukarela.
Dari pembahasan diatas, dapat disarikan beberapa ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut:
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
Dalam hal bank berkeinginan untuk memberikan bonus wadiah, beberapa metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bonus wadiah atas dasar saldo rendah.
2. Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian.
3. Bonus wadiah atas dasar saldo harian.
B.b. TABUNGAN MUDHARABAH
Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pegelola). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah, yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh keleleiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Di samping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Dari pembahasan di atas, dapat disarikan beberapa ketentuan umum tabungan
mudharabah sebagai berikut:
• Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
• Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
• Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan buku piutang.
• Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening.
• Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
• Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Tujuan/ Manfaat
1. bagi bank:
• sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun valuta asing.
• salah satu sumber pendapatan dalam bentuk jasa (feebased income) dari aktivitas
• lanjutan pemanfaatan rekening tabungan oleh nasabah.
2. bagi nasabah:
• kemudahan dalam pengelolaan likuiditas baik dalam hal penyetoran, penarikan,
• transfer, dan pembayaran transaksi yang fleksibel.
• dapat memperoleh bonus atau bagi hasil.

C. DEPOSITO
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito berdasarkan prinsip mudharabah.
Dalam mengaplikansikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal pemilik modal dan bank bertindak sebagai mudharib (pengelola).Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu :
C.a. Mudharabah mutlaqah
Dalam deposito Mudharabah mutlaqah, pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank syariah dalam mengelola investasinya. Dengan kata lain, bank syariah mempunyai hak kebebasan dalam menginvestasikan dana mudharabah mutlaqah ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.
C.b. Mudharabah muqayyadah
Berbeda halnya dengan deposito Mudharabah Mutlaqah, dalam deposito Mudharabah Muqayyadah, pemilik dana memberika batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objekinvestasinya. Dengan kata lain bank syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana ini keberbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Untuk deposito, bank wajib memberiakn sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.
Landasan Hukum
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 01 April 2000 tentang deposito memberikan landasan syariah dan ketentua tentang deposito syariah sebagai berikut:
Landasan Syariah
Firman Allah QS Annisa (4):29
“hai orang-orang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali perniagaan yang berlaku denagn sukarela diantaramu”
Ijma
Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan kepada orang (mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan taka ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma (Zuhaily, Al Fiqh Al Islami wa Adilatuhu, 1989, 4/838)
Kaidah Fiqh
“pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Ketentuan tentang deposito Syariah :
• Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola.
• Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakuka berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
• Modala harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
• Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangakan dalam akad pembukaan rekening.
• Bank sebagai mudharib mentutup biaya operesional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
• Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan.
• Deposito ini dijalankan dengan prinsip mudharabah mutlaqah karena pengelolaan dana deposito sepenuhnya menjadi tanggung jawab mudharib atau bank. Semua permintaan pembukuan deposito mudharabah harus dilengkapi dengan suatu akad/kontrak/perjanjian berisi antara lain, nama dan alamat shahibul maal, jumlah deposito, jangka waktu, nisbah pembagian keuntungan, cara pembayaran bagi hasil dan pokok pada saat jatuh tempo.
• Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberian keuntungan dan atau perhitungan distribusi keuntungan serta resiko yang dapat timbul akibat deposito tersebut.
• Setiap tanggal jatuh tempo deposito, pemilik dana akan mendapatkan hasil sesuai dengan nisbah dari hasil investasi yang telah dilakukan bank. Bagi hasil akan diterima oleh pemilik dana sesuai dengan perjanjian akad awal pada saat penempatan depostio tersebut.
• Periode penyimpanan dana ditentikan berdasarkan periode bulanan. Bank dapat memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada pemilik dana. Deposito ini hanya dapat ditarik sesuai dengan jatuh waktu yang disepakati. Atas bagi hasil yang diterima dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
Tujuan/ Manfaat Bagi Bank:
Sebagai sumber pendanaan bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dengan jangka waktu tertentu yang lebih lama dan fluktuasi dana yang relative rendah.
Tujuan/ Manfaat Bagi Nasabah:
Alternative investasi yang memberikan keuntungan dalam bentuk bagi hasil.

BAB IV
Peran Ijma’ dalam Produk Asuransi Syari’ah
1. Pengertian Asuransi Syari’ah
“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah”
Menurut Ijma Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.


2. Konsep Asuransi Syariah
Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah - Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Ijma memiliki peran sangat penting dalam menentukan produk asuransi syari’ah, dan merupakan sumber hukum bagi perkembangan roda ekonomi islam dalam bidang ini.

3. Sejarah Asuransi Syariah
Pada jaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar dan suku kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lainnya, sebagai kompensasi, keluarga terdekat dari si pembunuh akan membayar sejumlah uang, darah atau diyat kepada pewaris Qurban.
Al’aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang yang menbayar denda. Beberapa ketentuan system Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi social ditungkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam piagam madina yang merupakan konstitusi pertama setelah Nabi hijrah ke madina. Dalam pasal 3 Konstitusi madina, Rasullulah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena perang, pihak tawanan harus membayar tebusan pada musuh untuk membebaskannya.
4. Ijma’ sebagai penentu prinsip dasar Asuransi syari’ah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syari, jika tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan
syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun
(kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak
berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata.
Allah SWT berfirman, “Dan saling tolong menolonglah
dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong
menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi
tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian),
oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau
terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah
yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat
membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari
uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna
membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah
kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan
yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi
ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu
menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus
dijalankan menurut aturan syar’i.


5. Manfaat asuransi syariah.
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam
menggunakan asuransi syariah, yaitu:
1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan
di antara anggota.
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat
Islam saling tolong menolong.
3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang
syariat.
4. Secara umum dapat memberikan perlindungan-
perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu
pihak.
5. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu
secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan
untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak
tenaga, waktu, dan biaya.
6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan
mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak
perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul
yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada
pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi
peristiwa atau berhentinya akad.
8. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan
usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja) .
Hasil Ijma’ dan fatwa para ulama, telah melahirkan berbagai produk asuransi syari’ah yang berguna dan bermanfaat bagi ummat Islam, bahkan bagi seluruh ummat selain islam.

BAB V
Penutup
Ijma merupakan asas dan masdar bagi perkembangan ekonomi islam, bukan di tanah air saja, melainkan diseluruh dunia.
Dengan adanya Ijma – yang merupakan rahmatan lil’alamin- maka, ekonomi islam dapat berkembang dan meluas sesuai aturan syari’ah. Hal demikian tidak lepas dari ijtihat dan fatwa para ulama dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi yang merupakan sumber kejayaan dan perkembangan suatu negara.

Ijam’ sebagaimana telah diuraikan memiliki peranan sangat penting dalam menentukan produk-produk perbankan dan asuransi, sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Dengan demikian ummat Islam tidak akan mengalami keraguan dalam menjalani sistem ekonomi yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh syari’ah.
Sekian, walahu ‘alam

Komentar

  1. ekonomi islam Makasih ya Informasinya, sangat bermanfaat..

    Bagi yang memiliki online shop dan ingin membuat website toko online lengkap, desain menarik, gratis penyebaran, SEO, Backlink, agar usaha nya mudah ditemukan banyak pembeli di internet, sehingga bisa meningkatkan penjualan, klik ya : www.jasabuattokoonline.com


    Medium : Jasa Pembuatan Website Toko Online Facebook : Jasa Pembuatan Toko Online


    Pusat Grosir Jilbab Murah Terpercaya di Indonesia : www.jilbabterbaru.my.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda

Postingan populer dari blog ini

DENDA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, HARUSKAH?

Statistik

PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI KONVENSIONAL DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI ISLAM DALAM RUMUSAN TEORI DAN PRAKTEK AKUNTANSI ISLAM