Musyarakah mutanaqishah

Oleh: Amirah Ahmad Nahrawi
----------------------------
BAB I
Pendahuluan

Prinsip-prinsip fiqh silam menjadi salah satu cara bagi menentukan pengharusan sesuatu instrumen dalam pasaran modal Islam. Dalam pasaran modal prinsip-prinsip ini diadaptasi dan diubah untuk membentuk instrumen baru yang bertujuan khusus membangunkan pasaran modal Islam yang bebas dari unsur-unsur yang tidak dibenarkan oleh Islam seperti judi, riba dan gharar (unsur-unsur penipuan)....Ketentuan pokok yang perlu diperhatikan dalam akad musyarakah mutanaqishah adalah unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut.

Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah [1] masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama, [2] antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain, dan [3] dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.

Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi; penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak.
Dalam syirkah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan, ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan mengenai musyarakah mutanaqishah.


BAB II
Definisi Akad, Musyarakah, dan Musyarakah Muranaqisah

2.1. Akad
Secara etimologi:
1. ikatan, yaitu : ikatan antara ujung sesuatu (dua perkara), baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara abastrak, dari satu atau dua sisi. Atau juga mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain, sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi satu benda ;
2. Sambungan, yaitu sambungan yang memegang kedua tepi itu dan mengikatnya ;
3. Janji, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Maidah [5] : 1”…hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janjimu

Sedangkan menurut terminologi:
Akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara umum dan khusus.
Pengertian akad Secara umum, ,memiliki arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa. Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, akad adalah segala sesuatu yang dikerjakan seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya memmbutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, sewa-men’yewa, perwakilan, dan gadai.

Pengertian akad secara khusus adalah ikatan (yang ditetap¬knn dengan) ijab dan qabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya.

Contoh, ijab adalah pernyataan seorang penjual, "Saya telah menjual barang ini kepadamu" atau sejenisnya. Contoh qabul: "Saya beli barangmu" atau sejenisnya.
Dengan demikian, ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih.

Berdasarkan pengertiaan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimakdus dengan akad adalah suatu yang sengaja dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan masing-masing
Az-Zarqa menyatakan bahwa dalam pandangan syara’ suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri.(2)
RUKUN AQAD
Mengenai rukun aqad terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun aqad adalah:
1. ijab
2. qabul.
Sedangkan ulama syafi’iyah berpendapat bahwa aqad memiliki tiga rukun, yaitu :

1. Aqid (orang yang beraqad) terkadang masing-masing pihak terdiri dari seorang saja, dan kadang kala dari beberapa orang;

2. Ma’qud Alaih (sesuatu yang diaqadkan); ma’qud ‘alaih atau mahallul aqdi adalah benda yang menjadi objek aqad, seperti benda-benda yang dijual dalam aqad ba’i (jual beli) yang dihibahkan dalam aqad hibah, yang digadai dalam akad rahn, dan lain-lain.

3. Shighat al-aqd, yaitu ijab dan qabul ucapan yang menunjukan kehendak kedua belah pihak.
.
Dapat disimpulkan bahwa akad adalah: Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan bank yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Misalnya, akad pembukaan rekening simpanan atau akad pembiayaan (1)

2. 2. Kedudukan Aqad dalam Muamalah
Kedudukan aqad dalam fiqh muamalah adalah sangat penting dintjau dari fungsi dan pengaruhnya. Sehingga suatu muamalah (transaksi) dapat dikatakan sah jika akad yang dilaksakan itu terpenuhi syarat dan rukunnya. Pengaruh-pengaruh umum yang berlaku pada semua akad transaksi muamalah terbagi dua yaitu :
1. lafaz (langsung terlaksana), yaitu akad yang dilakukan langsung menghasilkan sejak mulai akad. Dengan terjadinya akad, maka terjadilah apa yang dimaksud. Seperti, akad jual beli (ba’i), dimana akad ini memindahkan barang yang dijual kepada yang pembeli dan alat pembayarannya berpindah ke tangan penjual.

2.Ilzam. Ini menimbulkan kewajiban (iltizam) bagi salah satu 'aqid kepada 'aqid yang lain atau objek masing-masing dan syarat-syarat yang disepakati untuk berakad dan ikatan ini tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa disetujui oleh pihak lain yang bersangkutan. Disebut juga luzum. Contoh iltizam adalah (kewajiban menyerahkan barang yang telah dijual, membayar harga sesuai kesepakatan, tidak menjual barang titipan (wadi'ah), dan lain-lain.
Dalam tataran operasional akad-akad syari’ah tersebut memiliki standar-standar istilah yang dideduksikan dari Al- Qur’an dan Al-Sunnah, yakni :

* Bai’ al-murabahah;
* Bai’ al-salam;
* Bai’ al-Istishna;
* Al-ijarah;
* Al-Musyarakah;
* Al-Kafalah;
* Al-Wakalah;
* Hiwalah;
* Dhaman;
* Rahn;
Dalam Pembahasan ini, akan dikemukakan arti serta fungsi dari musyarakah. Sebagai berikut :

2.3 Al-Musyarakan
Pengertian Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Definisi menurut bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar). Artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar). Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya(3)
Definisi menurut fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad/perjanjian antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja sama dengan tujuan memperoleh keuntungan.(4)
Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat beliau saw diutuskan oleh Allah SWT sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni)
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan , “Aku dan rekan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’ bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, ” Aku dan rekan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan kerja sama usaha. Kemudian kami bertanya kepada Nabi saw. tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silakan kalian bayar“. (5)
Dengan demikian jelaslah apa yang dimaksud dengan Musyarakah dan berikutnya marilah kita tinjau salah satu produk turunan dari Musyarakah ini, yaitu Musyarakah Mutanaqishah, sebagai berikut:

2.4 Musyarakah Mutanaqishah
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. (6)
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. (7)

BAB III

3.1 Musyarakah mutanaqhishah adalah solusi terhadap kepemilikan perumahan
Rumah adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Setiap orang membutuhkan tempat penampungan untuk istirahat, tidur, kenyamanan dan perlindungan baik dari matahari dan hujan.
Oleh karena itu, memiliki rumah yang baik merupakan aspirasi dari semua orang. David M. Smick adalah seorang penasihat ekonomi para presiden AS menulis sebuah buku yang berjudul The World is Curved tentang studi kasus terakhir dari berbagai batasan bank sentral adalah masa di AS diawal 2008, setelah terungkapnya krisis kredit subprime. Dikarenakan melamahnya perekonomian dan tidak stabilnya kondisi pasar finansial, para pembuat kebijakan di The Fed bisa memilih apa yang saya sebut sebagai Opsi 1. Mereka bisa memotong suku bunga jangka pendek secara dramatis, mungkin sebesar 1%, dalam sekali pukul, dan diikuti oleh pemotongan-pemotongan setelahnya. Suku bunga jangka pendek sudah dipotong beberapa kali di akhir tahun 2007, sejumlah total 1%. Namun, pemotongan suku bunga yang berani semacam ini, menurut sebagian para pakar, bisa membuat pasar takut kalau inflasi yang lebih besar akan datang melanda.
Dengan kebijakan dikeluarkan berupa suku bunga rendah untuk kredit perumahan, akhirnya para penduduk AS berbondong-bondong untuk memiliki perumahanan dengan kredit yang sangat murah tingkat bunganya dan bukan hanya itu, mereka menjaminkan rumah tersebut berupa hipotek kemudian diperdagangkan di pasar saham. Mereka mengira bahwa dengan kebijakan ini, beranggapan harga-harga di pasar saham dan real estate meningkat. Masalahnya adalah risiko pasar, terutama dua belas tahun terakhir, telah dihargai lebih rendah daripada seharusnya ketika pertumbuhan global.
Risiko rendah ini pada akhirnya menyebabkan periode dimana pasar terkoreksi dan menyebabkan kekacauan.
Dalam hal ini, transaksi semacam ini yang dilarang dalam Islam. Dalam transaksi yang dibolehkan oleh Islam adalah bahwa transaksi harus terhindar dari Maghrib (maysir, gharar dan riba).
Dalam Islam, banyak sekali alternatif akad yang bisa dikembangkan dalam transaksi bisnis,(8) bahkan kontrak musyarakah mutanaqishah sudah banyak dipraktekkan dibeberapa Negara antara lain; di Timur Tengah, Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Australia. Tapi pada kenyataan sekarang ini, masih banyak lembaga keuangan Islam menggunakan akad pembiayaan perumahan dengan akad bai’ bithaman ajil yang hampir mendekati dari konsep pembiayaan konvensional, dikarenakan indikator penerapan rate masih mengacu pada bunga konvensional.
Oleh sebab itu, salah satu arternatifnya adalah pembiayaan perumahan dengan akad Musyarakah Mutanaqishah, dimana Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan.
Kemitraan kontrak Musyarakah Mutanaqisah, di sisi lain didasarkan pada konsep kemitraan yang berkurang. Di sini, ada dua bagian pada kontrak yaitu:
Pertama, pelanggan atau nasabah masuk ke dalam suatu kemitraan (musyarakah) di bawah konsep ‘Syirkat-al-Milik‘ (kepemilikan bersama), diamana nasabah melakukan perjanjian dengan bank. Pelanggan membayar, misalnya, 10% sebagai saham awal untuk bersama-rumah sendiri sementara bank menyediakan untuk keseimbangan 90%. Pelanggan atau nasabah kemudian secara bertahap menebus modal 90% saham pada porsi yang disepakati secara berkala sampai rumah ini sepenuhnya dimiliki oleh pelanggan atau nasabah.
Kedua, dalam bentuk sewa, dimana bank memiliki saham (90%) atas kepemilikan rumah tersebut kepada nasabah di bawah konsep ijarah, yaitu dengan pengisian sewa dan pelanggan atau nasabah setuju untuk membayar sewa kepada bank untuk menggunakan bagiannya dari properti tersebut. Jumlah sewa periodik bersama akan dibagi porsinya antara nasabah dan bank sesuai dengan persentase saham, bank sebagai pemegang saham terbesar pada waktu tertentu akan terus berubah porsi pemegang sahamnya dikarenakan pelanggan atau nasabah menebus saham tersebut. Sehingga pada akhirnya rasio saham pelanggan (nasabah) makin lama akan meningkat setelah setiap pembayaran sewa karena penebusan secara periodik sampai akhirnya sepenuhnya dimiliki oleh pelanggan atau nasabah. (9)
Dengan demikian, jika konsep ini dikembangkan dalam kondisi sekarang dimana kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dalam hal kepemilikan rumah, sehingga asumsi penulis adalah konsep ini dikembangkan, dimana tidak akan menimbulkan beban yang memberatkan baik dari segi nasabah (konsumen) maupun perbankan sendiri dalam mengatur jumlah rate pembiayaan kepemilikan perumahan.
3.2 Ba’i bithaman ajil
Rata-rata di Malaysia sekarang, cara pembiayaan pinjaman perumahan yang berlandaskan perbankan Islam adalah dengan menggunakan konsep Bai' Bithaman Ajil (BBA). Konsep syariah ini biasanya untuk pembiayaan perumahan yang masih dalam pembinaan, dan belum selesai.
Kontrak ini merujuk kepada penjualan barangan di mana bayarannya secara berangsur-angsur. Dalam kontrak ini, pihak Bank akan membeli barang yang dikehendaki oleh pelanggan/nasabah dan kemudiannya menjualnya kepada pelanggan/nasabah yang memintanya dengan harga kos ditambah dengan keuntungan dimana harga ini disetujui oleh kedua pihak.
Sistem yang diterapkan ini, ditolak oleh ulama dan pakar timur tengah dengan alasan manipulasi, dimana menimbulkan banyak kontroversi dikalangan masyarakat malaysia. Mengapa dikatakan manipulasi?
Akad ini memiliki dua jenis akad yaitu : Pertama; ba’i al-innah, kedua; bai muajjal. Para pakar ekonomi syari’ah lebih memilih menggunakan musyarakah mutanaqishah dalam melaksanakan akad kredit antara kedua pihak.
Kemiripin akad ini dengan konvensional terdapat pada penandatanganan kontrak yang dilakukan pembeli dengan pengembang/kontraktor dan membayar 10%, hal ini dilakukan sebelum mendapatkan pembiayaan dari bank.
Kemudian Bank akan membeli dan melunasi dari pengembang rumah yang diminati oleh nasabah/pelanggan.
Persoalan disini adalah, objek yang dijual belikan baik oleh pihak pembeli dan pengembang, kemudian bank dan pengembang adalah objek yang belum ada. Sedangkan rukun jual beli dalam islam mencakup adanya objek yang diperjual belikan. Disinilah letak kemiripannya dengan sistem konvensional, karena biasanya bila objek yang disepakati gagal diserahkan pada waktu yang telah ditentukan atau tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan maka akad itu telah batal, namun kerap kali yang terjadi adalah bahwa walaupun pengembang/kontraktor lambat dan tidak sesuai dengan waktu penyerahan yang telah ditentukan, maka pembeli tetap harus membayar angsuran yang telah disepakati, dimana hal demikian merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain. (10)


3.3. Musyarakah Mutanaqhisah VS Ba’i Bithaman Ajil

Dalam uraian diatas telah dijelaskan definisi dan sistem kerja bai’ bithaman ajil, sebagaimana yang diterapkan oleh negeri jiran, bila dibandingkan dengan musyarakah mutanaqishah, maka akan kita dapatkan beberapa perbedaan yang dapat menjawab mengapa para pakar ekonomi dan syari’ah lebih memilih akad ini di bandingkan dengan BBA?

Dalam musyarakah mutanaqisah terdapat pula dua bagian akad, yaitu Pertama; asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Kedua; nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.

3.4. Keunggulan Musyarakah Mutanaqishah
Dari uraian dan perbedaan diatas, maka dapatlah ditarik beberapa keunggulan musyarakah mutanaqishah sebagai berikut:
1. Bank Syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek perjanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan nasabah akan saling menjaga atas aset tersebut.
2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut.
3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional.
5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga saat terjadinya inflasi. (11)



BAB IV
Kesimpulan dan Penutup

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisa-analisa diatas kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Musyarakah merupakan bentuk umun dari usaha bagi hasil (serikat atau kongsi) yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati.
b. Hukum musyarakah adalah mubah berdasarkan dalil Al qur’an dan Hadist serta ijma’ para ulama’ jika syarat dan rukun dan ketentuan musyarakah telah terpenuhi.

Penutup

Akad dan produk bank syariah yang diadopsi suatu negara dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya sistem ekonomi yang dianut, mazhab yang dianut, kedudukan bank syariah dalam undang-undang, dan strategi pengembangan yang diambil. Akad yang digunakan oleh suatu negara bisa saja tidak diterapkan atau tidak diterima di negara lain karena hal-hal di atas. Akad yang digunakan di Malaysia cukup banyak dan beragam yang kadang-kadang tidak dapat diterima (secara syariah) oleh negara lain. Sementara itu, Indonesia dan negara-negara Timur Tengah, seperti Sudan, menggu¬nakan akad dengan lebih berhati-hati dalam ketentuan Syariah.
Pengembangan produk dan akad perbankan syariah seharusnya selalu memperhatikan dan mengaitkannya dengan kebutuhan untuk pengembangan kegiatan produktif di sektor riil dengan tetap mengacu pada ketentuan Syariah yang disepakati oleh sebagian besar (jumhur) ulama fikih (fuqaha)
Syarat utama pengembangan sistem keuangan/perbankan syariah dan produk-produknya yang terarah sesuai visi dan misinya adalah dengan mempersiapkan sumber daya insani (SDI) yang cukup dan berkualitas dalam pemahaman esensi ekonomi dan keuangan Islam sebagai praktisi, regulator, dan akademisi. .
SkimMusyarakah mutanaqishah cocok untuk waktu yang panjang melebihi 10 tahun pelunasan. Bagi Bank, keuntungan didapat bukan dari nilai cicilan tapi nilai sewa. Dengan waktu yang panjang nilai cicilan akan rendah sedangkan sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu tertentu.

Wallahu A’lam.

Komentar

  1. terimakasih ya saya jadi banyak belajar dari artikel ni

    BalasHapus
  2. jazakumullah mbak amirah,salam kenal,,,artikelnya menambah wawasan saya selaku praktisi bank syariah

    BalasHapus
  3. Buku apa yang Mbak Amirah pakai untukdijadikan Referensi tentang Musyarakah Mutanaqisah?? Mohon dijawab soalnya saya sedang mengerjakan tugas akhir dan perlu banyak referensi.. Terimakasih.. :-) Jazakumullah..

    BalasHapus
  4. URL artikel ini bisa dijadikan referensi pak Andro Agil

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih untuk komentar anda

Postingan populer dari blog ini

DENDA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, HARUSKAH?

Statistik

PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI KONVENSIONAL DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI ISLAM DALAM RUMUSAN TEORI DAN PRAKTEK AKUNTANSI ISLAM