mayyat dan mayyit

Terkait kematian, dalam Al-Quran terdapat dua kata yg mirip, namun memiliki makna yang berbeda. Yaitu kata:
مَيِّتٌ
مَيْت
Yang pertama pakai 'tasydid' (mayyit), dan yang kedua memakai 'sukun' (mayt).

'Mayyit' dalam berbagai bentuknya tersebut sebanyak 15 kali. Sedangkan 'mayt' dalam berbagai bentuknya 11 kali.

Apakah hikmah di balik penggunaan dua kata yang mirip tersebut?

Ada ulama yang berpendapat bahwa keduanya memiliki makna yang sama; keduanya berbicara tentang kematian. Namun, saya tegaskan di sini bahwa pendapat tersebut menurut saya kurang tepat. Sebab, setelah saya mengkajinya lebih mendalam dengan melibatkan ulama-ulama lain yang berkompeten di bidang Al-Quran ini, disimpulkan bahwa di dalam Al-Quran tidak ada dua kata yang bermakna sama (taraaduf), karena pasti memiliki makna masing-masing.

Jadi, 'mayyit' maknanya tidak sama dengan 'mayt'. Keduanya memiliki makna tersendiri.

'Mayyit' dan 'Mayt'

Adalah sesuatu yang hidup yang memiliki ruh. Sedangkan 'mayt' adalah sesuatu yang ruhnya telah keluar darinya. Maka, 'mayyit' adalah makhluk hidup dan yang masih hidup, yang sedang menunggu ajalnya tiba; menunggu malaikat maut menjemputnya utk mencabut nyawanya.

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُون. ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُون

Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (Qs. [39]: 30-31)

Jelas sekali, bahwa ayat tersebut ditujukan kepada yang masih hidup: yaitu Rasul (kala itu). Dan mengabarkannya bahwa Rasul akan mengalami kematiannya. Juga mengabarkan bahwa para penentangnya dari orang-orang kafir juga akan mati.

Jadi, setiap yang disebut 'mayyit' dia masih hidup dan sedang menunggu kematiannya (maka, kita sekarang ini pun bisa disebut sebagai 'mayyit' karena sedang menanti kematian).

Adapun 'mayt' adalah makhluk yang memang telah mati, ruhnya telah keluar darinya dan ia hanyalah seonggok jasad yang membujur kaku.

Kata 'mayt' disebutkan dalam Al-Quran diantaranya adalah sebagai berikut:

وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ
Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar yang diperlukan, lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). (Qs. [43]: 11)

'Mayt' di situ menunjukkan negeri yang mati, lalu Allah menghidupkannya melalui turunnya air hujan.

وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُون

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. (Qs. [36]: 33)

'Bumi yang mati' adalah yg tidak ada tumbuhan di atasnya, lalu Allah menghidupkannya melaluo air hujan.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. (Qs. [2]: 173)

'Bangkai' (mayt-ah) adalah makhluk hidup yang telah mati (yang ruhnya telah keluar dari jasadnya).

ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.  (Qs. [49]: 12)

Ayat ini pun yang menggunakan kata 'mayt' menunjuk kepada makhluk hidup yang telah mati (ruhnya telah keluar dari jasadnya).

Demikianlah sekilas perbedaan makna pada penggunaan kata 'mayyit' dan 'mayt' dalam Al-Quran.

Maka, orang kafir, dalam Al-Quran seringkali disifati dengan 'mayt', karena orang kafir itu hatinya mati (iman telah keluar dari dirinya). Seperti halnya ruh yang telah keluar dari jasad.

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? (Qs. [6]: 122)

Maka dari itu, orang kafir sejatinya adalah telah mati secara maknawiah (karena imannya telah keluar dari dirinya). Sedangkan orang mukmin adalah hidup (karena imannya masih ada dalam dirinya).

Selain daripada itu semua, masih ada satu lagi rahasia Ilahi dibalik penggunaan dua kata 'mayyit' dan 'mayt'.

'Mayyit' menggunakan 'syiddah' (tasydid), sesuatu yang berat dalam pelafadzan. Bisa jadi ini mengisyaratkan kepada kita bahwa hidup di dunia itu sesuatu yang berat dan manusia harus menanggungnya.

Adapun 'mayt' yang menggunakan 'sukun' (tidak bergerak), maka bisa jadi ini mengisyaratkan kepada kita bahwa makhluk yang telah keluar ruhnya dari jasadnya tidak akan bergerak lagi.

SubhanalLaah.... Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya.

 
dari Kitab: "Lathaif Qur'aniyyah" karya Prof. Dr. Sholah Abdul Fattah Al-Khalidi (Damaskus, Dar el-Qalam, 2013)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DENDA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, HARUSKAH?

Statistik

PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI KONVENSIONAL DAN PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI ISLAM DALAM RUMUSAN TEORI DAN PRAKTEK AKUNTANSI ISLAM